Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pemanfaatan
TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh bahwa “(1) Pendidikan jarak
jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, (2)
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler, (3)
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang
didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin
mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan
jarak jauh telah
menjadi suatu inovasi yang berarti dalam dunia pendidikan
nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi pertama
korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi
ketiga pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe), generasi keempat
pembelajaran fleksibel (multimedia interaktif) dan generasi kelima e-Learning
(web based course), akhirnya generasi keenam pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www).
Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen
Pendidikan Nasional 2005 – 2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran
penting dalam menunjang tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1)
perluasan dan pemerataan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing;
dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk
mewujudkan pendidikan yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau
rakyat banyak. Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis
TIK untuk pilar pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan,
diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar
kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan
untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan
tata kelola, akuntabilitas dan citra publik, peran TIK diprioritaskan untuk
sistem informasi manajemen secara terintegrasi. Dikutip dari Adie E. Yusuf,
Pemanfaatan ICT dalam Pendidikan: Kebijakan dan Standarisasi Mutu, diunduh dari
https://teknologikinerja.wordpress.com/2010/03/11/.
Perubahan era yang kemudian
mengubah karakter masyarakat secara bertahap, menghadirkan realitas baru
seperti masyarakat informasional dan komunikasional juga berimplikasi terhadap
perkembangan media, yang kemudian dikenal sebagai media baru. Media baru yang
berbasis internet dan web ini beroperasi secara masif, ekstensif, dan intensif
merasuk ke berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor pendidikan. Oleh
karena itu dapat dipahami jika pemerintah Indonesia mengantisipasi dan kemudian
menstransformasikan diri dengan mengeluarkan berbagai kebijakan pendidikan berbasis
TIK tersebut. Berbagai regulasi juga terus diciptakan guna mengikuti kehadiran
media baru ini.
Dengan hadirnya ICT dunia
pendidikan bisa membawa dampak positif apabila teknologi tersebut dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi bisa menjadi masalah baru
apabila lembaga pendidikan tidak siap. Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian
tentang dampak positif dan negatif dari pemanfataan Teknologi Komunikasi dan
Informasi (ICT) sebagai media komunikasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Hasil penelitian Kurniawati et,al (2005) menunjukan bahwa pada umumnya pendapat
guru dan siswa tentang manfaat ICT khususnya edukasi net antara lain : (1)
Memudahkan guru dan siswa dalam mencari sumber belajar alternative; (2 ) Bagi
siswa dapat memperjelas materi yang telah disampaikan oleh guru, karena
disamping disertai gambar juga ada animasi menarik; (3) Cara belajar lebih
efisien; (4) Wawasan bertambah; (5) Mengetahui dan mengikuti perkembangan
materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang studi; dan (5)
Membantu siswa melek ICT (Pujiriyanto, 2012).
Atas perubahan tersebut, maka
dalam proses pembelajaran juga sangat intensif terekspose (terpaan) oleh
kehadiran media baru, dan ini menyodorkan fenomena tentang mediatisasi
pembelajaran. Masif, ekstensif, dan intensifnya media baru dalam proses
pembelajaran ini akhirnya juga mengubah moda-moda belajar yang bergantung pada
media. Fenomena baru inilah yang kemudian dikenal sebagai mediatisasi
pembelajaran, di mana media tampil begitu kuat dan menentukan, dan akhirnya
aktivitas pembelajaran bukan sekadar memanfaatkan media akan tetapi lebih dari
itu mengikuti logika media.
Kuatnya logika media itu kemudian
membawa konsekuensi terhadap perubahan pola dan moda belajar pada lembaga
strategis seperti sekolah. Misalnya, hubungan guru dan murid dan aktivitas
belajarnya tidak lagi bergantung pada satu sumber belajar yang tersedia di
lingkungan sekolah, akan tetapi juga mau tidak mau harus menerima kehadiran
media baru berbasis internet dan web ini sebagai sumber belajar. Karakter media
baru sebagai penyedia konten (isi) begitu besar dan bahkan tidak terbatas jauh
melebihi gudang pengetahuan yang disediakan pada lingkungan sekolah. Aksesnya
pun terbuka lebar karena tata kelola informasinya sangat canggih dan sangat
mudah dan cepat diakses oleh siswa dalam aktivitas belajar. Sekarang ini
pokok-pokok bahasan yang diajarkan guru pada ruang kelas, akan dengan mudah
dikonfirmasikan melalui google atau pun yahoo yang begitu banyak dan mudah
menyediakan informasi pengetahuan yang relevan dengan pembelajaran di sekolah.
Lebih dari itu, media baru juga menyediakan aplikasi pembelajaran secara
virtual yang mirip dengan pembelajaran di ruang kelas pada setiap sekolah.
Akan tetapi, kehadiran media baru
ini juga menghadirkan berbagai persoalan yang berkait dengan perilaku belajar
siswa dan sikap guru terhadap maraknya pembelajaran digital ini. Sebut saja
misalnya tentang sikap minimalis dan pragmatisme belajar siswa yang sangat
fenomenal seperti ketergantungan pada google atau yahoo setiap kali menghadapi
masalah atau pun penugasan dalam pembelajaran di kelas. Sikap guru pun masih
variatif dalam menghadapi hadirnya media baru dan mediatisasi pembelajaran ini
karena terkait kesenjangan keterampilan dan pengetahuan tentang media baru,
yang masuk dalam generasi digital imigrant yang harus menghadapi murid yang
masuk dalam kategori digital native.
Sumber :
Modul Daring 1 PPG Bimbingan dan Konseling Kemenristek Dikti Republik
Indonesia 2019
0 comments: