Wednesday, April 8, 2020

Materi PPG BK : Implikasi Revolusi Industri 4.0 terhadap Pendidikan (Bag 2)


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh bahwa “(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler, (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah
menjadi suatu inovasi yang berarti dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi pertama korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi ketiga pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe), generasi keempat pembelajaran fleksibel (multimedia interaktif) dan generasi kelima e-Learning (web based course), akhirnya generasi keenam pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www). Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam menunjang tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1) perluasan dan pemerataan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak. Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik, peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara terintegrasi. Dikutip dari Adie E. Yusuf, Pemanfaatan ICT dalam Pendidikan: Kebijakan dan Standarisasi Mutu, diunduh dari https://teknologikinerja.wordpress.com/2010/03/11/.
Perubahan era yang kemudian mengubah karakter masyarakat secara bertahap, menghadirkan realitas baru seperti masyarakat informasional dan komunikasional juga berimplikasi terhadap perkembangan media, yang kemudian dikenal sebagai media baru. Media baru yang berbasis internet dan web ini beroperasi secara masif, ekstensif, dan intensif merasuk ke berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor pendidikan. Oleh karena itu dapat dipahami jika pemerintah Indonesia mengantisipasi dan kemudian menstransformasikan diri dengan mengeluarkan berbagai kebijakan pendidikan berbasis TIK tersebut. Berbagai regulasi juga terus diciptakan guna mengikuti kehadiran media baru ini.
Dengan hadirnya ICT dunia pendidikan bisa membawa dampak positif apabila teknologi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi bisa menjadi masalah baru apabila lembaga pendidikan tidak siap. Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang dampak positif dan negatif dari pemanfataan Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT) sebagai media komunikasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian Kurniawati et,al (2005) menunjukan bahwa pada umumnya pendapat guru dan siswa tentang manfaat ICT khususnya edukasi net antara lain : (1) Memudahkan guru dan siswa dalam mencari sumber belajar alternative; (2 ) Bagi siswa dapat memperjelas materi yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada animasi menarik; (3) Cara belajar lebih efisien; (4) Wawasan bertambah; (5) Mengetahui dan mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang studi; dan (5) Membantu siswa melek ICT (Pujiriyanto, 2012).
Atas perubahan tersebut, maka dalam proses pembelajaran juga sangat intensif terekspose (terpaan) oleh kehadiran media baru, dan ini menyodorkan fenomena tentang mediatisasi pembelajaran. Masif, ekstensif, dan intensifnya media baru dalam proses pembelajaran ini akhirnya juga mengubah moda-moda belajar yang bergantung pada media. Fenomena baru inilah yang kemudian dikenal sebagai mediatisasi pembelajaran, di mana media tampil begitu kuat dan menentukan, dan akhirnya aktivitas pembelajaran bukan sekadar memanfaatkan media akan tetapi lebih dari itu mengikuti logika media.
Kuatnya logika media itu kemudian membawa konsekuensi terhadap perubahan pola dan moda belajar pada lembaga strategis seperti sekolah. Misalnya, hubungan guru dan murid dan aktivitas belajarnya tidak lagi bergantung pada satu sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekolah, akan tetapi juga mau tidak mau harus menerima kehadiran media baru berbasis internet dan web ini sebagai sumber belajar. Karakter media baru sebagai penyedia konten (isi) begitu besar dan bahkan tidak terbatas jauh melebihi gudang pengetahuan yang disediakan pada lingkungan sekolah. Aksesnya pun terbuka lebar karena tata kelola informasinya sangat canggih dan sangat mudah dan cepat diakses oleh siswa dalam aktivitas belajar. Sekarang ini pokok-pokok bahasan yang diajarkan guru pada ruang kelas, akan dengan mudah dikonfirmasikan melalui google atau pun yahoo yang begitu banyak dan mudah menyediakan informasi pengetahuan yang relevan dengan pembelajaran di sekolah. Lebih dari itu, media baru juga menyediakan aplikasi pembelajaran secara virtual yang mirip dengan pembelajaran di ruang kelas pada setiap sekolah.
Akan tetapi, kehadiran media baru ini juga menghadirkan berbagai persoalan yang berkait dengan perilaku belajar siswa dan sikap guru terhadap maraknya pembelajaran digital ini. Sebut saja misalnya tentang sikap minimalis dan pragmatisme belajar siswa yang sangat fenomenal seperti ketergantungan pada google atau yahoo setiap kali menghadapi masalah atau pun penugasan dalam pembelajaran di kelas. Sikap guru pun masih variatif dalam menghadapi hadirnya media baru dan mediatisasi pembelajaran ini karena terkait kesenjangan keterampilan dan pengetahuan tentang media baru, yang masuk dalam generasi digital imigrant yang harus menghadapi murid yang masuk dalam kategori digital native.
Sumber :
Modul Daring 1 PPG Bimbingan dan Konseling Kemenristek Dikti Republik Indonesia 2019

Previous Post
Next Post

0 comments: