Dalam pandangan paradigma
positivistik masyarakat berkembang secara linier seiring dengan perkembangan
peradaban manusia itu sendiri yang ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Secara berturut-turut masyarakat berkembang dari masyarakat
primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian pada
perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi. Situasi abad 21 sering kali
diidentikan dengan masyarakat informasi tersebut, yang ditandai oleh munculnya
fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan masyarakat industri
generasi pertama, sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang, muncul apa yang
disebut sebagai revolusi industri 4.0.
Istilah industri 4.0 pertama kali
diperkenalkan pada Hannover Fair 2011
yang ditandai revolusi digital. Revolusi industri gelombang keempat, yang juga
disebut industri 4.0, kini telah tiba. Industry 4.0 adalah tren terbaru
teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap
proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk
kecerdasan buatan (artificial intelligent),
perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi berbagi,
hingga penggunaan robot. Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti
dikutip Paul Krugman (2013), mencatat, sebelumnya telah terjadi tiga revolusi
industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830). Kedua,
penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870- 1900). Ketiga,
penemuan komputer, internet, dan telepon genggam (1960-sampai sekarang). Versi
lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui kemunculan teknologi
informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi (dikutip dari A. Tony
Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1).
Indonesia yang merupakan bagian
dari masyarakat global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut,
setidaknya dari sudut pandang pemerintah sejak era Orde Baru. Akan tetapi pada
kenyataannya kondisi masyarakat Indonesia tidak sama dengan perkembangan pada
masyarakat Barat yang pernah mengalami era pencerahan dan masyarakat industri.
Perkembangan masyarakat Indonesia faktanya tidak secara linier, tetapi lebih
berlangsung secara pararel. Artinya, ada masyarakat yang hingga fase
perkembangannya sekarang masih menunjukkan masyarakat primitif, ada yang masih
agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter sebagai masyarakat industrial, dan
bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital. Semuanya kategori
karakter masyarakat tersebut faktanya berkembang tidak secara linier, tetapi
berlangsung secara pararel.
Oleh karena itu, meskipun era
digital sudah begitu marak yang ditandai oleh makin luasnya jangkauan internet;
namun demikian ada juga masyarakat yang masih belum terjangkau internet, dan
bahkan masih berupa wilayah blank spot.
Kondisi seperti itu juga berimplikasi terhadap perkembangan pelayanan
pendidikan, sehingga juga berkonsekuensi terhadap karaktiristik guru dan
siswanya, meskipun sudah berada dalam abad 21. Sekolah, guru, dan siswa di
daerah perkotaan memang sudah terkoneksi jaringan internet, tetapi untuk daerah
pedesaan masih ada juga yang belum terambah oleh fasilitas internet, dan bahkan
ada pula wilayah yang sama sekali belum terjangkau infrastruktur
telekomunikasi. Akan tetapi pada abad 21 sekarang ini masyarakat Indonesia
memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dengan era digital. Karena itu
apa pun harus menyesuaikan dengan kehadiran era baru berbasis digital, sehingga
bagaimana menjadi bagian dari era digital sekarang ini dengan memanfaatkan
teknologi digital dan berjejaring ini secara produktif. Menurut Manuel Castell
kemunculan masyarakat informasional itu ditandai dengan lima karateristik
dasar: Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak berdasarkan informasi.
Kedua, karena informasi adalah bagian dari seluruh kegiatan manusia,
teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap. Ketiga, semua sistem yang
menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh ‘logika jaringan’ yang
memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas proses-proses dan
organisasi-organisasi. Keempat, teknologi-teknologi baru sangat fleksibel,
memungkinkan mereka beradaptasi dan berubah secara terus-menerus. Akhirnya,
teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang
bergabung menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi (dalam Ritzer, 2012:
969).
Menurut Castell sebenarnya sudah
sejak dekade 1980-an muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi informasional
global baru yang semakin menguntungkan. “Ia informasional karena produktivitas
dan daya saing unit-unit atau agen-agen di dalam ekonomi ini (entah itu
firma-firma, region-region, atau wilayah-wilayah) yang tergantung secara
fundamental pada kapsitas mereka untuk menghasilkan, memproses, dan menerapkan
secara efisien informasi berbasis pengetahuan (Castell, 1996: 66). Ia global
karena ia mempunyai “kapasitas untuk bekerja sebagai suatu unit di dalam waktu
nyata pada suatu skala planeter” (Castell, 1996: 92). Hal itu dimungkinkan
untuk pertama kalinya oleh kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang
baru.
Meneruskan konsep ruang mengalir
itu, kemudian Scott Lash menganalisis kemunculan masyarakat informasional itu
secara lebih mendalam, detail, dan canggih. Sama seperti Castells, Lash setuju
dengan kemunculan dunia baru, yaitu masyarakat informasional yang meskipun merupakan
kelanjutan dari kapitalisme lama, tetapi memiliki berbagai karakter yang
berbeda. Dengan pendekatan kritis, Lash menganalisis kapitalisme informasional
dengan berusaha memperluasnya terkait dengan filsafat, teori sosiologi, teori
kebudayaan, baik klasik maupun kontemporer.
Dalam bukunya Critique of
Information (2002), Lash memului dengan sejumlah pertanyaan mendasar, bagaimana
ilmu sosial kritis, teori kritik atau kritik dapat dimungkinkan dalam
masyarakat informasi? Apa yang terjadi dalam suatu era ketika kekuasaan tidak
lagi sebuah ideologi sebagaimana era abad sembilanbelas, tetapi sekarang
kekuasaan adalah sebuah informasional dalam arti luas? Ketika era sebelumnya
ideologi diperluas oleh ruang dan waktu, mengklaim universalitas, dan berbentuk
‘metanaratif’, merupakan sistem kepercayaan, dan menyediakan waktu untuk
refleksi; tetapi sekarang era informasional, ketika informasi itu berada dalam
kemampatan ruang dan waktu, tidak mengklaim universal, dan sekadar titik,
sinyal, dan bahkan sekadar peristiwa dalam waktu. Berlangsung sangat cepat,
sekilas, hidup dalam era informasi hampir tidak ada waktu untuk refleksi. Jadi
ketika ilmu sosial kritik hidup dan berkembang dalam era ideologi kritik, apa
yang terjadi ketika ilmu sosial kritik hidup dalam era informasinal kritik?
Dapatkah pemikiran kritis beroperasi dalam era informasi?
Meskipun Lash adakalanya merujuk pada
Castells, tetapi dalam mendefinisikan informasi sedikit berbeda. Ia mengaku:
“saya akan memahami masyarakat informasi berbeda dengan apa yang dirumuskan
oleh Bell (1973), Touraine (1974), dan Castells (1996) yang fokus pada kualitas
karakter utama informasi itu sendiri. Tetapi Menurut Lash informasi harus
dipahami secara tajam dalam kontradiksinya dengan yang lain, kategori
sosiokultural awal, yaitu sebagai monumen naratif dan wacana (discourse) atau institusi. Karakter
utama informasi adalah aliran, tak melekat, kemampatan spasial, kemampatan
temporal, hubunganhubungan real-time. Informasi tidaklah secara eksklusif,
tetapi sebagian besar, dalam kaitan ini bahwa kita hidup dalam era informasi.
Sebagian orang menyebut kita hidup dalam jaman modern lanjut (Giddens, 1990),
sementara yang lain menyebutnya sebagai jaman postmodern (Harvey, 1989), tetapi
konsep tersebut menurut Lash juga tidak berbentuk. Informasi tidak.
Lash memahami masyarakat
informasi berbeda dengan apa yang sering dirumuskan oleh kalangan sosiolog.
Masyarakat informasi sering dipahami dalam istilah produksi
pengetahuan-intensif dan postindustrial di mana barang dan layanan diproduksi.
Kunci untuk memahami ini adalah apa yang diproduksi dalam produksi informasi
bukanlah barang-barang dan layanan kekayaan informasi, tetapi lebih kurang
adalah potongan informasi di luar kontrol. Produksi informasi meliputi terutama
adalah pentinggnya kemampatan. Sebagaimana diktum McLuhan medium adalah pesan
dalam pengertian bahwa media adalah peradigma medium era informasi. Hanya saja
jika dahulu medium dominan adalah naratif, lirik puisi, wacana, dan lukisan.
Tetapi sekarang pesan itu adalah pesan atau ‘komunikasi.’ media sekarang lebih
seperti potongan-potongan. Media telah dimampatkan.
Lash mengingatkan bahwa infomasi
itu sendiri bersifat statis, komunikasiah yang membuat informasi menjadi
dinamik, kuat, dan sumber energi. Mirip dengan Habermas, Lash yakin bahwa
komunikasi itulah yang sekarang telah menjadi basis kehidupan sosial
kontemporer, karena itu ia menjadikan komunikasi sebagai unit dasar
analisisnya, dan bukan informasi. Lash kemudian melangkah lebih jauh dengan
mengembangkan konsep di seputar isu perkembangan ICT. Ketika ICT itu sendiri
sering diposisikan sebagai entitas tersendiri yang berbeda dengan
karakterkarakter masyarakat sebelumnya dengan titik berat pada produksi
industrial, maka Lash menjelaskan bahwa dalam kategori era ICT itu sendiri
telah berkembang dengan karakter yang berbeda. Oleh karena itu ia mengatakan
bahwa telah terjadi dua generasi dalam perkembangan ICT.
Generasi pertama perkembangan ICT
secara fundamental adalah informasional, dengan sektor kuncinya adalah
semikonduktor, sofware (sistem operasi dan aplikasi), dan komputer. Akan tetapi
generasi kedua, ekonomi baru adalah komunikasional, karena itu sentralitasnya
adalah internet dan sektor jaringan. Itulah sebabnya menurut Lash, Cisco
Systems, yang membuat sarana jalan, sebagai ‘pipa’ komunikasi internet, yang
menjadi kapitalisme pasar lebih tinggi daripada ‘informational’ Microsoft.
Inilah yang dikenal sebagai pasangnya media baru (new media). Dalam pada itu
konten dan komunikasi adalah sepenting kode, bukan berbasis pada sektor kode
informasi. Jika ICT generasi pertama sangat erat berurusan dengan Lembah
Silokan California, maka ICT generasi kedua bukan perkara segar, bersih, dan
semi desa Lembah Silokan, tetapi berurusan dengan kotor, urban ‘silicon allys’.
Silicon allys telah menjadi multimedia baru seperti CD-ROMs, permainan komputer
(Allen, Scott, 2000). Mereka adalah multimedia konvergensi teknologi informasi
dengan media.
Sikap Lash terhadap topik diskusi
tersebut tetap menegaskan bahwa unit dasar analisisnya adalah kmunikasi.
Komunikasi adalah pertanyaan soal kultur jarak jauh. Dalam masyarakat industri
dulu hubungan-hubungan sosial diletakan pada suatu tempat dengan prinsip
kedekatan, dan hubungan sosial pada saat yang sama sekaligus adalah ikatan
sosial. Akan tetapi sekarang, dalam era informasional, hubungan sosial
dipindahkan oleh komunikasi. Komunikasi adalah intens, dalam durasi pendek.
Komunikasi memecah naratif menjadi pesan pendek/ringkas. Jika hubungan sosial
lama menempatkan tempat dengan prinsip kedekatan, ikatan komunikasional adalah
meletakan tempat pada jarak jauh. Jadi, komunikasi adalah tentang kebudayaan,
bukan kedekatan, yaitu kebudayaan jarak jauh. Culture at-adistance meliputi
baik komunikasi yang datang dari jauh maupun orang datang dari jauh agar bertemu
secara tatap muka (Boden and Molotch, 1994). Intensitas, keringkasan, dan
ketidakhadiran kontinyuitas naratif adalah prinsip tata kelolanya (Simmel,
1971; Sennett, 1998).
Suatu komunikasi dan aliran
diletakan pada panggung pusat, daripada aturan sosial dan lembaga/struktur.
Sosiologi berargumen lebih progresif lagi, yaitu bahwa sekarang ini secara umum
telah muncul fenomena mediologi. Oleh karena itu sekarang ini diberbagai
universitas terkemuka di dunia telah mengenalkan dan mengajarkan tentang sosiologi
media. Khususnya sekarang ini telah muncul apa yang dikenal sebagai logika
mediologi. Mediologi akan mengharuskan bekerja dengan logika media dan
komunikasi. Jika sosiologi Durkheimian mengenalkan konsep anomie, untuk
menjelaskan perubahan dari feodalisme ke kapitalisme pabrik, sekarang
mediologi, berbicara anomie postindustri aliran-aliran. Sosiologi setuju dengan
re-teritorialisasi sosial, institusi modern, dan struktur masyarakat industri.
Mediologi berbicara re-teritorialisasi masyarakat jaringan yang datang dari
pengerasan aliran-aliran. Maka pada saat yang sama sekarang muncul fenomena
ekonomi tanda dan ruang.
Begitulah, menurut Lash, dalam
masyarakat kapitalisme lanjut, komunikasi adalah kunci, pergeseran dari logika
struktur ke logika arus yang dimungkinkan oleh jangkauan hubungan yang dibawa
oleh outsorcing pada umumnya. Dan outsorcing ini adalah re-teritorialisasi,
misalnya perusahaan-perusahaan menjadi lebih bisa dikerjakan di rumah tangga.
Bahkan kemudian ada perusahaan membolehkan kerja lembur per minggu di rumah,
jadi tidak tergantung pada tempat atau ruang pabrik. Jadi sekarang ini di jaman
tata informasi dan komunikasi global, semuanya serba outsorcing baik kerja di
perusahaan firma, keluarga, negara, dan bahkan juga pada bidang seni. Karena
itu bisa juga refleksivitas di outsourced, dan di eksternalisasi. Sekarang ini
juga ada pergeseran dari akumulasi ke sirkulasi. Namun demikian juga muncul apa
yang disebut sebagai hegemoni sirkulasi di mana sirkulasi modal uang dipisahkan
dari bagian akumulasi modal
Jaaaan.. dulur lanang sitok iki aktif bener...
ReplyDeleteSdah bkin blog sndiri...
Alhamdulillah... Terimakasih sudah berkunjung.
Delete